Mbappé Tak Bersalah atas Kegagalan PSG di Liga Champions, Begini Penjelasannya

Mbappé PSG Liga Champions – Paris Saint-Germain (PSG) kembali harus menelan pil pahit setelah gagal melangkah jauh di ajang Liga Champions 2025. Harapan besar yang disematkan kepada Kylian Mbappé, sang megabintang asal Prancis, kembali berujung kritik dari para pendukung maupun pengamat sepak bola. Namun, apakah benar Mbappé adalah penyebab utama kegagalan PSG kali ini?

Jika ditelusuri lebih dalam, banyak faktor yang berkontribusi terhadap hasil buruk PSG di Eropa, dan tidak semuanya bisa diletakkan di pundak Mbappé. Justru, performa impresifnya di sepanjang musim membuktikan bahwa ia telah melakukan segalanya untuk membawa timnya berjaya.


Mbappé: Mesin Gol yang Tak Pernah Padam

Sejak bergabung dengan PSG pada 2017, Kylian Mbappé telah menjadi wajah utama klub ibu kota Prancis tersebut. Musim 2024/2025 pun bukan pengecualian. Dalam perjalanan PSG di kompetisi domestik dan Eropa, Mbappé tetap tampil konsisten dengan torehan gol yang luar biasa.

Dalam fase grup Liga Champions, Mbappé mencatatkan 6 gol dan 3 assist dari 8 pertandingan. Kecepatan, ketajaman, dan kemampuan membaca ruang membuatnya tetap menjadi momok menakutkan bagi pertahanan lawan. Namun, sepak bola bukan hanya tentang individu.

Meski tampil cemerlang, keberhasilan di Liga Champions membutuhkan kolaborasi tim yang solid. Dan di sinilah titik lemah PSG mulai terlihat.


Masalah Kolektif PSG: Bukan Sekadar Soal Mbappé

Salah satu alasan utama mengapa PSG gagal bersinar di Liga Champions adalah minimnya keseimbangan tim. Luis Enrique, sang pelatih, memang membawa filosofi menyerang yang atraktif. Namun, struktur pertahanan yang rapuh dan kurangnya kedalaman di lini tengah sering menjadi masalah klasik PSG setiap musimnya.

Dalam beberapa laga penting, terutama di babak gugur, PSG terlihat terlalu bergantung pada momentum individu Mbappé. Ketika sang bintang dijaga ketat atau tidak dalam kondisi optimal, tim seolah kehilangan arah permainan.

Faktor lain yang turut memengaruhi adalah minimnya kreativitas gelandang, sehingga suplai bola ke lini depan menjadi terbatas. Hal ini membuat Mbappé kerap harus turun jauh ke area tengah untuk membantu membangun serangan — sesuatu yang justru mengurangi efektivitasnya di depan gawang.


Statistik Bicara: Mbappé Sudah Melakukan Bagiannya

Jika menengok data statistik musim ini, Mbappé sebenarnya tampil lebih dari sekadar baik. Menurut catatan resmi UEFA, ia masuk dalam top 5 pencetak gol terbanyak Liga Champions 2025.

Bahkan, dalam laga-laga krusial, ia menjadi pemain paling produktif dan konsisten menciptakan peluang. Fakta ini mempertegas bahwa Mbappé bukanlah biang keladi kegagalan PSG, melainkan justru korban dari struktur permainan yang belum matang.

Banyak pengamat menilai bahwa PSG masih kesulitan membangun identitas sebagai tim yang benar-benar kompak. Kebergantungan berlebihan pada pemain bintang seperti Mbappé dan (sebelumnya) Neymar dan Messi, membuat permainan PSG sering kali timpang ketika satu pemain tidak tampil maksimal.


Tekanan Media dan Ekspektasi yang Tak Realistis

Setiap kali PSG gagal di Liga Champions, nama Kylian Mbappé hampir selalu menjadi sasaran utama kritik. Padahal, ekspektasi yang dibebankan padanya terkadang tidak masuk akal. Ia diharapkan menjadi penyelamat, pencetak gol, pemimpin, sekaligus simbol kesuksesan — semua dalam satu sosok.

Hal ini tentu menimbulkan tekanan psikologis besar. Meski dikenal sebagai pemain yang mentalnya kuat, tidak bisa dipungkiri bahwa tekanan publik dan media bisa memengaruhi performa siapa pun.

Beberapa analis bahkan menyebut, media Prancis sering kali terlalu cepat mencari kambing hitam setiap kali PSG tersingkir. Padahal, dalam sepak bola modern, kemenangan dan kekalahan adalah hasil dari kerja tim, bukan satu individu.


Luis Enrique dan Taktik yang Belum Stabil

Perlu diingat, musim ini adalah musim transisi bagi PSG di bawah asuhan Luis Enrique. Pelatih asal Spanyol tersebut membawa gaya permainan berbasis penguasaan bola dan pressing tinggi. Namun, implementasi strategi ini butuh waktu.

Beberapa pemain baru juga masih beradaptasi dengan sistem baru, yang terkadang membuat permainan PSG tidak konsisten. Mbappé pun kerap terlihat “terisolasi” di lini depan karena rekan setimnya belum mampu memahami pergerakannya dengan sempurna.

Jadi, jika PSG kembali gagal menjuarai Liga Champions, kesalahan tidak seharusnya ditimpakan pada Mbappé semata. Ia justru menjadi pemain yang paling berkontribusi dalam menjaga PSG tetap kompetitif.


Kepemimpinan dan Loyalitas Mbappé

Meski sempat diisukan akan hengkang ke Real Madrid, Mbappé tetap menunjukkan loyalitas dan profesionalisme tinggi bersama PSG. Ia selalu memberikan yang terbaik di lapangan, baik dalam kondisi tim menang maupun kalah.

Bahkan di tengah situasi sulit, Mbappé tetap memotivasi rekan-rekannya untuk terus berjuang. Banyak pihak yang menyebut, tanpa Mbappé, PSG akan jauh lebih buruk dari sekarang. Ia adalah sosok pemimpin yang menjadi panutan, meskipun tidak selalu mengenakan ban kapten.


Kesimpulan: Mbappé Layak Dapat Pembelaan

Jika melihat dari berbagai sisi — statistik, performa, dan konteks permainan — sangat jelas bahwa Kylian Mbappé bukan penyebab kegagalan PSG di Liga Champions 2025. Ia justru menjadi pahlawan tanpa mahkota yang terus berjuang di tengah ketidakseimbangan tim.

Meski demikian, perjalanan masih panjang. Mbappé masih memiliki peluang besar untuk membawa PSG meraih mimpi mereka — mengangkat trofi Liga Champions yang selama ini selalu lepas dari genggaman.


Penutup: Harapan Baru di Musim Berikutnya

PSG mungkin gagal musim ini, namun semangat mereka belum padam. Dengan komposisi tim yang terus berkembang dan pemain seperti Mbappé yang tetap lapar akan kemenangan, masa depan PSG masih penuh harapan.

Jika klub mampu memperkuat lini tengah dan mempertahankan konsistensi, bukan tidak mungkin musim depan menjadi momen kebangkitan mereka. Dan Mbappé, sebagai wajah klub, akan kembali menjadi kunci utama dalam perjalanan menuju kejayaan Eropa.

Post Comment

Loading...